Rabu, 29 Juli 2009

Kutukan Raja Pulau Mintin

Pada zaman dahulu, terdapatlah sebuah kerajaan di Pulau Mintin daerah Kahayan Hilir, Kalimantan Tengah. Kerajaan itu sangat terkenal akan kearifan rajanya. Akibatnya, kerajaan itu menjadi wilayah yang tenteram dan makmur.

Pada suatu hari, permaisuri dari raja tersebut meninggal dunia. Sejak saat itu raja menjadi murung dan nampak selalu sedih. Keadaan ini membuatnya tidak dapat lagi memerintah dengan baik. Pada saat yang sama, keadaan kesehatan raja inipun makin makin menurun. Guna menanggulangi situasi itu, raja berniat untuk pergi berlayar guna menghibur hatinya.

Untuk melanjutkan pemerintahan maka raja itu menyerahkan tahtanya pada kedua anak kembarnya yang bernama Naga dan Buaya. Mereka pun menyanggupi keinginan sang raja. Sejak sepeninggal sang raja, kedua putranya tersebut memerintah kerajaan. Namun sayangnya muncul persoalan mendasar baru.

Kedua putra raja tersebut memiliki watak yang berbeda. Naga mempunyai watak negatif seperti senang berfoya-foya, mabuk-mabukan dan berjudi. Sedangkan buaya memiliki watak positif seperti pemurah, ramah tamah, tidak boros dan suka menolong.

Melihat tingkah laku si Naga yang selalu menghambur-hamburkan harta kerajaan, maka si Buayapun marah. Karena tidak bisa dinasehati maka si Buaya memarahi si Naga. Tetapi rupaya naga ini tidak mau mendengar. Pertengkaran itu berlanjut dan berkembang menjadi perkelahian. Prajurit kerajaan menjadi terbagi dua, sebahagian memihak kepada Naga dan sebagian memihak pada Buaya. Perkelahian makin dahsyat sehingga memakan banyak korban.

Dalam pelayarannya, Sang raja mempunyai firasat buruk. Maka ia pun mengubah haluan kapalnya untuk kembali ke kerajaanya. Betapa terkejutnya ia ketika menyaksikan bahwa putera kembarnya telah saling berperang. Dengan berang ia pun berkata,”kalian telah menyia-nyiakan kepercayaanku. Dengan peperangan ini kalian sudah menyengsarakan rakyat. Untuk itu terimalah hukumanku. Buaya jadilah engkau buaya yang sebenarnya dan hidup di air. Karena kesalahanmu yang sedikit, maka engkau akan menetap di daerah ini. Tugasmu adalah menjaga Pulau Mintin. Sedangkan engkau naga jadilah engkau naga yang sebenarnya. Karena kesalahanmu yang besar engkau akan tinggal di sepanjang Sungai Kapuas. Tugasmu adalah menjaga agar Sungai Kapuas tidak ditumbuhi Cendawan Bantilung.”

Setelah mengucapkan kutukan itu, tiba-tiba langit gelap dan petir menggelegar. Dalam sekejap kedua putranya telah berubah wujud. Satu menjadi buaya. Yang lainnya menjadi naga.

(Diadaptasi secara bebas dari Lambertus Elbaar, “Kutukan Raja Pulau Mintin,”Sumber: www.seasite.niu.edu

Senin, 27 Juli 2009

Loro Jonggrang

Alkisah, pada dahulu kala terdapat sebuah kerajaan besar yang bernama Prambanan. Rakyatnya hidup tenteran dan damai. Tetapi, apa yang terjadi kemudian? Kerajaan Prambanan diserang dan dijajah oleh negeri Pengging. Ketentraman Kerajaan Prambanan menjadi terusik. Para tentara tidak mampu menghadapi serangan pasukan Pengging. Akhirnya, kerajaan Prambanan dikuasai oleh Pengging, dan dipimpin oleh Bandung Bondowoso.

Bandung Bondowoso seorang yang suka memerintah dengan kejam. "Siapapun yang tidak menuruti perintahku, akan dijatuhi hukuman berat!", ujar Bandung Bondowoso pada rakyatnya. Bandung Bondowoso adalah seorang yang sakti dan mempunyai pasukan jin. Tidak berapa lama berkuasa, Bandung Bondowoso suka mengamati gerak-gerik Loro Jonggrang, putri Raja Prambanan yang cantik jelita. "Cantik nian putri itu. Aku ingin dia menjadi permaisuriku," pikir Bandung Bondowoso.

Esok harinya, Bondowoso mendekati Loro Jonggrang. "Kamu cantik sekali, maukah kau menjadi permaisuriku ?", Tanya Bandung Bondowoso kepada Loro Jonggrang. Loro Jonggrang tersentak, mendengar pertanyaan Bondowoso. "Laki-laki ini lancang sekali, belum kenal denganku langsung menginginkanku menjadi permaisurinya", ujar Loro Jongrang dalam hati. "Apa yang harus aku lakukan ?". Loro Jonggrang menjadi kebingungan. Pikirannya berputar-putar. Jika ia menolak, maka Bandung Bondowoso akan marah besar dan membahayakan keluarganya serta rakyat Prambanan. Untuk mengiyakannya pun tidak mungkin, karena Loro Jonggrang memang tidak suka dengan Bandung Bondowoso.
"Bagaimana, Loro Jonggrang ?" desak Bondowoso. Akhirnya Loro Jonggrang mendapatkan ide. "Saya bersedia menjadi istri Tuan, tetapi ada syaratnya," Katanya. "Apa syaratnya? Ingin harta yang berlimpah? Atau Istana yang megah?". "Bukan itu, tuanku, kata Loro Jonggrang. Saya minta dibuatkan candi, jumlahnya harus seribu buah. "Seribu buah?" teriak Bondowoso. "Ya, dan candi itu harus selesai dalam waktu semalam." Bandung Bondowoso menatap Loro Jonggrang, bibirnya bergetar menahan amarah. Sejak saat itu Bandung Bondowoso berpikir bagaimana caranya membuat 1000 candi. Akhirnya ia bertanya kepada penasehatnya. "Saya percaya tuanku bias membuat candi tersebut dengan bantuan Jin!", kata penasehat. "Ya, benar juga usulmu, siapkan peralatan yang kubutuhkan!"

Setelah perlengkapan di siapkan. Bandung Bondowoso berdiri di depan altar batu. Kedua lengannya dibentangkan lebar-lebar. "Pasukan jin, Bantulah aku!" teriaknya dengan suara menggelegar. Tak lama kemudian, langit menjadi gelap. Angin menderu-deru. Sesaat kemudian, pasukan jin sudah mengerumuni Bandung Bondowoso. "Apa yang harus kami lakukan Tuan ?", tanya pemimpin jin. "Bantu aku membangun seribu candi," pinta Bandung Bondowoso. Para jin segera bergerak ke sana kemari, melaksanakan tugas masing-masing. Dalam waktu singkat bangunan candi sudah tersusun hampir mencapai seribu buah.

Sementara itu, diam-diam Loro Jonggrang mengamati dari kejauhan. Ia cemas, mengetahui Bondowoso dibantu oleh pasukan jin. "Wah, bagaimana ini?", ujar Loro Jonggrang dalam hati. Ia mencari akal. Para dayang kerajaan disuruhnya berkumpul dan ditugaskan mengumpulkan jerami. "Cepat bakar semua jerami itu!" perintah Loro Jonggrang. Sebagian dayang lainnya disuruhnya menumbuk lesung. Dung... dung...dung! Semburat warna merah memancar ke langit dengan diiringi suara hiruk pikuk, sehingga mirip seperti fajar yang menyingsing.

Pasukan jin mengira fajar sudah menyingsing. "Wah, matahari akan terbit!" seru jin. "Kita harus segera pergi sebelum tubuh kita dihanguskan matahari," sambung jin yang lain. Para jin tersebut berhamburan pergi meninggalkan tempat itu. Bandung Bondowoso sempat heran melihat kepanikan pasukan jin.

Paginya, Bandung Bondowoso mengajak Loro Jonggrang ke tempat candi. "Candi yang kau minta sudah berdiri!". Loro Jonggrang segera menghitung jumlah candi itu. Ternyata jumlahnya hanya 999 buah!. "Jumlahnya kurang satu!" seru Loro Jonggrang. "Berarti tuan telah gagal memenuhi syarat yang saya ajukan". Bandung Bondowoso terkejut mengetahui kekurangan itu. Ia menjadi sangat murka. "Tidak mungkin...", kata Bondowoso sambil menatap tajam pada Loro Jonggrang. "Kalau begitu kau saja yang melengkapinya!" katanya sambil mengarahkan jarinya pada Loro Jonggrang. Ajaib! Loro Jonggrang langsung berubah menjadi patung batu. Sampai saat ini candi-candi tersebut masih ada dan terletak di wilayah Prambanan, Jawa Tengah dan disebut Candi Loro Jonggrang.

Selasa, 21 Juli 2009

Legenda Aryo Menak

Dikisahkan pada jaman Aryo Menak hidup, pulau Madura masih sangat subur. Hutannya sangat lebat. Ladang-ladang padi menguning.

Aryo Menak adalah seorang pemuda yang sangat gemar mengembara ke tengah hutan. Pada suatu bulan purnama, ketika dia beristirahat dibawah pohon di dekat sebuah danau, dilihatnya cahaya sangat terang berpendar di pinggir danau itu. Perlahan-lahan ia mendekati sumber cahaya tadi. Alangkah terkejutnya, ketika dilihatnya tujuh orang bidadari sedang mandi dan bersenda gurau disana.

Ia sangat terpesona oleh kecantikan mereka. Timbul keinginannya untuk memiliki seorang diantara mereka. Iapun mengendap-endap, kemudian dengan secepatnya diambil sebuah selendang dari bidadari-bidadari itu.

Tak lama kemudian, para bidadari itu selesai mandi dan bergegas mengambil pakaiannya masing-masing. Merekapun terbang ke istananya di sorga kecuali yang termuda. Bidadari itu tidak dapat terbang tanpa selendangnya. Iapun sedih dan menangis.

Aryo Menak kemudian mendekatinya. Ia berpura-pura tidak tahu apa yang terjadi. Ditanyakannya apa yang terjadi pada bidadari itu. Lalu ia mengatakan: “Ini mungkin sudah kehendak para dewa agar bidadari berdiam di bumi untuk sementara waktu. Janganlah bersedih. Saya akan berjanji menemani dan menghiburmu.”

Bidadari itu rupanya percaya dengan omongan Arya Menak. Iapun tidak menolak ketika Arya Menak menawarkan padanya untuk tinggal di rumah Arya Menak. Selanjutnya Arya Menak melamarnya. Bidadari itupun menerimanya.

Dikisahkan, bahwa bidadari itu masih memiliki kekuatan gaib. Ia dapat memasak sepanci nasi hanya dari sebutir beras. Syaratnya adalah Arya Menak tidak boleh menyaksikannya.

Pada suatu hari, Arya Menak menjadi penasaran. Beras di lumbungnya tidak pernah berkurang meskipun bidadari memasaknya setiap hari. Ketika isterinya tidak ada dirumah, ia mengendap ke dapur dan membuka panci tempat isterinya memasak nasi. Tindakan ini membuat kekuatan gaib isterinya sirna.

Bidadari sangat terkejut mengetahui apa yang terjadi. Mulai saat itu, ia harus memasak beras dari lumbungnya Arya Menak. Lama kelamaan beras itupun makin berkurang. Pada suatu hari, dasar lumbungnya sudah kelihatan. Alangkah terkejutnya bidadari itu ketika dilihatnya tersembul selendangnya yang hilang. Begitu melihat selendang tersebut, timbul keinginannya untuk pulang ke sorga. Pada suatu malam, ia mengenakan kembali semua pakaian sorganya. Tubuhnya menjadi ringan, iapun dapat terbang ke istananya.

Arya Menak menjadi sangat sedih. Karena keingintahuannya, bidadari meninggalkannya. Sejak saat itu ia dan anak keturunannya berpantang untuk memakan nasi

( Disadur dari Ny. S.D.B. Aman,”Aryo Menak and His Wife,” Folk Tales From Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1976)

sumber: www.seasite.niu.edu

Minggu, 19 Juli 2009

Petualangan Sinbad

Dahulu, di daerah Baghdad, timur tengah, ada seorang pemuda bernama Sinbad yang kerjanya memanggul barang-barang yang berat dengan upah yang sedikit, sehingga hidupnya tergolong miskin. Suatu hari, Sinbad beristirahat di depan pintu rumah saudagar kaya karena sangat lelah dan kepanasan. Sambil istirahat, ia menyanyikan lagu. "Namaku Sinbad, hidupku sangat malang, berapapun aku bekerja dengan memanggul beban di punggung tetaplah penderitaan yang kurasakan." Tak berapa lama muncul pelayan rumah itu, menyuruh Sinbad masuk karena dipanggil tuannya.

"Apakah namamu Sinbad ?", "Benar Tuan". "Namaku juga Sinbad", kata sang saudagar. Ia pun mulai bercerita, "Dulu aku seorang pelaut. Ketika mendengar nyanyianmu, aku sangat sedih karena kau berpikir hanya kamu sendiri yang bernasib buruk, dulu nasibku juga buruk, orangtua ku meninggalkan banyak warisan, tetapi aku hanya bermain dan menghabiskan harta saja. Setelah jatuh miskin aku bertekad menjadi seorang pelaut. Aku menjual rumah dan semua perabotannya untuk membeli kapal dan seisinya. Karena sudah lama tidak menemui daratan, ketika ada daratan yang terlihat kami segera merapatkan kapal. Para awak kapal segera mempersiapkan makan siang. Mereka membakar daging dan ikan. Tiba-tiba , permukaan tanah bergoyang. Pulau itu bergerak ke atas, para pelaut berjatuhan ke laut. Begitu jatuh ke laut, aku sempat melihat ke pulau itu, ternyata pulau tersebut, berada di atas badan ikan paus. Karena ikan paus itu sudah lama tak bergerak, tubuhnya ditumbuhi pohon dan rumput, mirip seperti pulau. Mungkin karena panas dari api unggun, ia mulai bergerak liar.
Mereka yang terjatuh ke laut di libas ekor ikan paus sehingga tenggelam. Aku berusaha menyelamatkan diri dengan memeluk sebuah gentong, hingga aku pun terapung-apung di laut. Beberapa hari kemudian, aku berhasil sampai ke daratan. Aku haus, disana ada pohon kelapa. Kemudian aku memanjatnya dan mengambil buah dan meminum airnya. Tiba-tiba aku melihat ada sebutir telur yang sangat besar. Ketika turun, dan mendekati telur itu, tiba-tiba dari arah langit, terdengar suara yang menakutkan disertai suara kepakan saya yang mengerikan. Ternyata, seekor burung naga yang amat besar.

Setelah sampai disarangnya, burung naga itu tertidur sambil mengerami telurnya. Sinbad menyelinap dikaki burung itu, dan mengikat erat badannya di kaki burung naga dengan kainnya. "Kalau ia bangun, pasti ia langsung terbang dan pergi ke tempat di mana manusia tinggal." Benar, esoknya burung naga terbang mencari makanan. Ia terbang melewati pegunungan dan akhirnya tampak sebuah daratan. Burung naga turun di sebuah tempat yang dalam di ujung jurang. Sinbad segera melepas ikatan kainnya di kaki burung dan bersembunyi di balik batu. Sekarang Sinbad berada di dasar jurang. Sinbad tertegun, melihat disekelilingnya banyak berlian.

Pada saat itu, "Bruk" ada sesuatu yang jatuh. Ternyata gundukan daging yang besar. Di gundukan daging itu menempel banyak berlian yang bersinar-sinar. Untuk mengambil berlian, manusia sengaja menjatuhkan daging ke jurang yang nantinya akan diambil oleh burung naga dengan berlian yang sudah menempel didaging itu. Sinbad mempunyai ide. Ia segera mengikatkan dirinya ke gundukan daging. Tak berapa lama burung naga datang dan mengambil gundukan daging, lalu terbang dari dasar jurang. Tiba-tiba, "Klang! Klang! Terdengar suara gong dan suling yang bergema. Burung naga yang terkejut menjatuhkan gundukan daging dan cepat-cepat terbang tinggi. Orang-orang yang datang untuk mengambil berlian, terkejut ketika melihat Sinbad.

Sinbad menceritakan semua kejadian yang dialaminya. Kemudian orang-orang pengambil berlian mengantarkan Sinbad ke pelabuhan untuk kembali ke negaranya. Sinbad menjual berlian yang didapatnya dan membeli sebuah kapal yang besar dengan awak kapal yang banyak. Ia berangkat berlayar sambil melakukan perdagangan. Suatu hari, kapal Sinbad dirampok oleh para perompak. Kemudian Sinbad dijadikan budak yang akhirnya dijual kepada seorang pemburu gajah. "Apakah kau bisa memanah?" Tanya pemburu gajah. Sang pemburu memberi Sinbad busur dan anak panah dan diajaknya ke padang rumput luas. "Ini adalah jalan gajah. Naiklah ke atas pohon, tunggu mereka datang lalu bunuh gajah itu". "Baik tuan," jawab Sinbad ketakutan.

Esok pagi, datang gerombolan gajah. Saat itu pemimpin gajah melihat Sinbad dan langsung menyerang pohon yang dinaiki Sinbad. Sinbad jatuh tepat di depan gajah. Gajah itu kemudian menggulung Sinbad dengan belalainya yang panjang. Sinbad mengira ia pasti akan dibunuh atau di banting ke tanah. Ternyata, gajah itu membawa Sinbad dengan kelompok mereka ke sebuah gunung batu. Akhirnya terlihat sebuah air terjun besar. Dengan membawa Sinbad, gajah itu masuk ke dalam air terjun menuju ke sebuah gua. "Ku..kuburan gajah!" Sinbad terperanjat. Di gua yang luas bertumpuk tulang dan gading gajah. Pemimpin gajah berkata,"kalau kau ingin gading ambillah seperlunya. Sebagai gantinya, berhentilah membunuh kami." Sinbad berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. Ia pulang dengan memanggul gading gajah dan menyerahkan ke tuannya dengan syarat tuannya tidak akan membunuh gajah lagi. Tuannya berjanji dan kemudian memberikan Sinbad uang.

"Sampai disini dulu ceritaku", ujar Sinbad yang sudah menjadi saudagar kaya. "Aku bisa menjadi orang kaya, karena kerja keras dengan uang itu. Jangan putus asa, sampai kapanpun, apalagi jika kita masih muda," lanjut sang saudagar.

Jumat, 17 Juli 2009

Legenda candi Prambanan

Alkisah, pada dahulu kala terdapat sebuah kerajaan besar yang bernama Prambanan. Rakyatnya hidup tenteran dan damai. Tetapi, apa yang terjadi kemudian? Kerajaan Prambanan diserang dan dijajah oleh negeri Pengging. Ketentraman Kerajaan Prambanan menjadi terusik. Para tentara tidak mampu menghadapi serangan pasukan Pengging. Akhirnya, kerajaan Prambanan dikuasai oleh Pengging, dan dipimpin oleh Bandung Bondowoso.

Bandung Bondowoso seorang yang suka memerintah dengan kejam. “Siapapun yang tidak menuruti perintahku, akan dijatuhi hukuman berat!”, ujar Bandung Bondowoso pada rakyatnya. Bandung Bondowoso adalah seorang yang sakti dan mempunyai pasukan jin. Tidak berapa lama berkuasa, Bandung Bondowoso suka mengamati gerak-gerik Loro Jonggrang, putri Raja Prambanan yang cantik jelita. “Cantik nian putri itu. Aku ingin dia menjadi permaisuriku,” pikir Bandung Bondowoso.

Esok harinya, Bondowoso mendekati Loro Jonggrang. “Kamu cantik sekali, maukah kau menjadi permaisuriku ?”, Tanya Bandung Bondowoso kepada Loro Jonggrang. Loro Jonggrang tersentak, mendengar pertanyaan Bondowoso. “Laki-laki ini lancang sekali, belum kenal denganku langsung menginginkanku menjadi permaisurinya”, ujar Loro Jongrang dalam hati. “Apa yang harus aku lakukan ?”. Loro Jonggrang menjadi kebingungan. Pikirannya berputar-putar. Jika ia menolak, maka Bandung Bondowoso akan marah besar dan membahayakan keluarganya serta rakyat Prambanan. Untuk mengiyakannya pun tidak mungkin, karena Loro Jonggrang memang tidak suka dengan Bandung Bondowoso.

“Bagaimana, Loro Jonggrang ?” desak Bondowoso. Akhirnya Loro Jonggrang mendapatkan ide. “Saya bersedia menjadi istri Tuan, tetapi ada syaratnya,” Katanya. “Apa syaratnya? Ingin harta yang berlimpah? Atau Istana yang megah?”. “Bukan itu, tuanku, kata Loro Jonggrang. Saya minta dibuatkan candi, jumlahnya harus seribu buah. “Seribu buah?” teriak Bondowoso. “Ya, dan candi itu harus selesai dalam waktu semalam.” Bandung Bondowoso menatap Loro Jonggrang, bibirnya bergetar menahan amarah. Sejak saat itu Bandung Bondowoso berpikir bagaimana caranya membuat 1000 candi. Akhirnya ia bertanya kepada penasehatnya. “Saya percaya tuanku bias membuat candi tersebut dengan bantuan Jin!”, kata penasehat. “Ya, benar juga usulmu, siapkan peralatan yang kubutuhkan!”

Setelah perlengkapan di siapkan. Bandung Bondowoso berdiri di depan altar batu. Kedua lengannya dibentangkan lebar-lebar. “Pasukan jin, Bantulah aku!” teriaknya dengan suara menggelegar. Tak lama kemudian, langit menjadi gelap. Angin menderu-deru. Sesaat kemudian, pasukan jin sudah mengerumuni Bandung Bondowoso. “Apa yang harus kami lakukan Tuan ?”, tanya pemimpin jin. “Bantu aku membangun seribu candi,” pinta Bandung Bondowoso. Para jin segera bergerak ke sana kemari, melaksanakan tugas masing-masing. Dalam waktu singkat bangunan candi sudah tersusun hampir mencapai seribu buah.

Sementara itu, diam-diam Loro Jonggrang mengamati dari kejauhan. Ia cemas, mengetahui Bondowoso dibantu oleh pasukan jin. “Wah, bagaimana ini?”, ujar Loro Jonggrang dalam hati. Ia mencari akal. Para dayang kerajaan disuruhnya berkumpul dan ditugaskan mengumpulkan jerami. “Cepat bakar semua jerami itu!” perintah Loro Jonggrang. Sebagian dayang lainnya disuruhnya menumbuk lesung. Dung… dung…dung! Semburat warna merah memancar ke langit dengan diiringi suara hiruk pikuk, sehingga mirip seperti fajar yang menyingsing.

Pasukan jin mengira fajar sudah menyingsing. “Wah, matahari akan terbit!” seru jin. “Kita harus segera pergi sebelum tubuh kita dihanguskan matahari,” sambung jin yang lain. Para jin tersebut berhamburan pergi meninggalkan tempat itu. Bandung Bondowoso sempat heran melihat kepanikan pasukan jin.

Paginya, Bandung Bondowoso mengajak Loro Jonggrang ke tempat candi. “Candi yang kau minta sudah berdiri!”. Loro Jonggrang segera menghitung jumlah candi itu. Ternyata jumlahnya hanya 999 buah!. “Jumlahnya kurang satu!” seru Loro Jonggrang. “Berarti tuan telah gagal memenuhi syarat yang saya ajukan”. Bandung Bondowoso terkejut mengetahui kekurangan itu. Ia menjadi sangat murka. “Tidak mungkin…”, kata Bondowoso sambil menatap tajam pada Loro Jonggrang. “Kalau begitu kau saja yang melengkapinya!” katanya sambil mengarahkan jarinya pada Loro Jonggrang. Ajaib! Loro Jonggrang langsung berubah menjadi patung batu. Sampai saat ini candi-candi tersebut masih ada dan disebut Candi Loro Jonggrang. Karena terletak di wilayah Prambanan, Jawa Tengah, Candi Loro Jonggrang dikenal sebagai Candi Prambanan

Sumber: e-smartschool.com

Kamis, 16 Juli 2009

Lutung Kasarung

Pada jaman dahulu kala di tatar pasundan ada sebuah kerajaan yang pimpin oleh seorang raja yang bijaksana, beliau dikenal sebagai Prabu Tapak Agung.

Prabu Tapa Agung mempunyai dua orang putri cantik yaitu Purbararang dan adiknya Purbasari.

Pada saat mendekati akhir hayatnya Prabu Tapak Agung menunjuk Purbasari, putri bungsunya sebagai pengganti. “Aku sudah terlalu tua, saatnya aku turun tahta,” kata Prabu Tapa.

Purbasari memiliki kakak yang bernama Purbararang. Ia tidak setuju adiknya diangkat menggantikan Ayah mereka. “Aku putri Sulung, seharusnya ayahanda memilih aku sebagai penggantinya,” gerutu Purbararang pada tunangannya yang bernama Indrajaya. Kegeramannya yang sudah memuncak membuatnya mempunyai niat mencelakakan adiknya. Ia menemui seorang nenek sihir untuk memanterai Purbasari. Nenek sihir itu memanterai Purbasari sehingga saat itu juga tiba-tiba kulit Purbasari menjadi bertotol-totol hitam. Purbararang jadi punya alasan untuk mengusir adiknya tersebut. “Orang yang dikutuk seperti dia tidak pantas menjadi seorang Ratu !” ujar Purbararang.

Kemudian ia menyuruh seorang Patih untuk mengasingkan Purbasari ke hutan. Sesampai di hutan patih tersebut masih berbaik hati dengan membuatkan sebuah pondok untuk Purbasari. Ia pun menasehati Purbasari, “Tabahlah Tuan Putri. Cobaan ini pasti akan berakhir, Yang Maha Kuasa pasti akan selalu bersama Putri”. “Terima kasih paman”, ujar Purbasari.

Selama di hutan ia mempunyai banyak teman yaitu hewan-hewan yang selalu baik kepadanya. Diantara hewan tersebut ada seekor kera berbulu hitam yang misterius. Tetapi kera tersebut yang paling perhatian kepada Purbasari. Lutung kasarung selalu menggembirakan Purbasari dengan mengambilkan bunga –bunga yang indah serta buah-buahan bersama teman-temannya.

Pada saat malam bulan purnama, Lutung Kasarung bersikap aneh. Ia berjalan ke tempat yang sepi lalu bersemedi. Ia sedang memohon sesuatu kepada Dewata. Ini membuktikan bahwa Lutung Kasarung bukan makhluk biasa. Tidak lama kemudian, tanah di dekat Lutung merekah dan terciptalah sebuah telaga kecil, airnya jernih sekali. Airnya mengandung obat yang sangat harum.

Keesokan harinya Lutung Kasarung menemui Purbasari dan memintanya untuk mandi di telaga tersebut. “Apa manfaatnya bagiku ?”, pikir Purbasari. Tapi ia mau menurutinya. Tak lama setelah ia menceburkan dirinya. Sesuatu terjadi pada kulitnya. Kulitnya menjadi bersih seperti semula dan ia menjadi cantik kembali. Purbasari sangat terkejut dan gembira ketika ia bercermin ditelaga tersebut.

Di istana, Purbararang memutuskan untuk melihat adiknya di hutan. Ia pergi bersama tunangannya dan para pengawal. Ketika sampai di hutan, ia akhirnya bertemu dengan adiknya dan saling berpandangan. Purbararang tak percaya melihat adiknya kembali seperti semula. Purbararang tidak mau kehilangan muka, ia mengajak Purbasari adu panjang rambut. “Siapa yang paling panjang rambutnya dialah yang menang !”, kata Purbararang. Awalnya Purbasari tidak mau, tetapi karena terus didesak ia meladeni kakaknya. Ternyata rambut Purbasari lebih panjang.

“Baiklah aku kalah, tapi sekarang ayo kita adu tampan tunangan kita, Ini tunanganku”, kata Purbararang sambil mendekat kepada Indrajaya. Purbasari mulai gelisah dan kebingungan. Akhirnya ia melirik serta menarik tangan Lutung Kasarung. Lutung Kasarung melonjak-lonjak seakan-akan menenangkan Purbasari. Purbararang tertawa terbahak-bahak, “Jadi monyet itu tunanganmu ?”.

Pada saat itu juga Lutung Kasarung segera bersemedi. Tiba-tiba terjadi suatu keajaiban. Lutung Kasarung berubah menjadi seorang Pemuda gagah berwajah sangat tampan, lebih dari Indrajaya. Semua terkejut melihat kejadian itu seraya bersorak gembira. Purbararang akhirnya mengakui kekalahannya dan kesalahannya selama ini. Ia memohon maaf kepada adiknya dan memohon untuk tidak dihukum. Purbasari yang baik hati memaafkan mereka. Setelah kejadian itu akhirnya mereka semua kembali ke Istana.

Purbasari menjadi seorang ratu, didampingi oleh seorang pemuda idamannya. Pemuda yang ternyata selama ini selalu mendampinginya dihutan dalam wujud seekor lutung.



Sumber: www.e-smartschool.com

Rabu, 15 Juli 2009

Saudagar Jerami

Dahulu kala, ada seorang pemuda miskin yang bernama Taro. Ia bekerja untuk ladang orang lain dan tinggal dilumbung rumah majikannya. Suatu hari, Taro pergi ke kuil untuk berdoa. "Wahai, Dewa Rahmat! Aku telah bekerja dengan sungguh-sungguh, tapi kehidupanku tidak berkercukupan". "Tolonglah aku agar hidup senang". Sejak saat itu setiap selesai bekerja, Taro pergi ke kuil. Suatu malam, sesuatu yang aneh membangunkan Taro. Di sekitarnya menjadi bercahaya, lalu muncul suara. "Taro, dengar baik-baik. Peliharalah baik-baik benda yang pertama kali kau dapatkan esok hari. Itu akan membuatmu bahagia."

Keesokan harinya ketika keluar dari pintu gerbang kuil, Taro jatuh terjerembab. Ketika sadar ia sedang menggenggam sebatang jerami. "Oh, jadi yang dimaksud Dewa adalah jerami, ya? Apa jerami ini akan mendatangkan kebahagiaan…?", pikir Taro. Walaupun agak kecewa dengan benda yang didapatkannya Taro lalu berjalan sambil membawa jerami. Di tengah jalan ia menangkap dan mengikatkan seekor lalat besar yang terbang dengan ributnya mengelilingi Taro di jeraminya. Lalat tersebut terbang berputar-putar pada jerami yang sudah diikatkan pada sebatang ranting. "Wah menarik ya", ujar Taro. Saat itu lewat kereta yang diikuti para pengawal. Di dalam kereta itu, seorang anak sedang duduk sambil memperhatikan lalat Taro. "Aku ingin mainan itu." Seorang pengawal datang menghampiri Taro dan meminta mainan itu. "Silakan ambil", ujar Taro. Ibu anak tersebut memberikan tiga buah jeruk sebagai rasa terima kasihnya kepada Taro.

"Wah, sebatang jerami bisa menjadi tiga buah jeruk", ujar Taro dalam hati. Ketika meneruskan perjalanannya, terlihat seorang wanita yang sedang beristirahat dan sangat kehausan. "Maaf, adakah tempat di dekat sini mata air ?", tanya wanita tadi. "Ada dikuil, tetapi jaraknya masih jauh dari sini, kalau anda haus, ini kuberikan jerukku", kata Taro sambil memberikan jeruknya kepada wanita itu. "Terima kasih, berkat engkau, aku menjadi sehat dan segar kembali". Terimalah kain tenun ini sebagai rasa terima kasih kami, ujar suami wanita itu. Dengan perasaan gembira, Taro berjalan sambil membawa kain itu. Tak lama kemudian, lewat seorang samurai dengan kudanya. Ketika dekat Taro, kuda samurai itu terjatuh dan tidak mampu bergerak lagi. "Aduh, padahal kita sedang terburu-buru." Para pengawal berembuk, apa yang harus dilakukan terhadap kuda itu. Melihat keadaan itu, Taro menawarkan diri untuk mengurus kuda itu. Sebagai gantinya Taro memberikan segulung kain tenun yang ia dapatkan kepada para pengawal samurai itu. Taro mengambil air dari sungai dan segera meminumkannya kepada kuda itu. Kemudian dengan sangat gembira, Taro membawa kuda yang sudah sehat itu sambil membawa 2 gulung kain yang tersisa.

Ketika hari menjelang malam, Taro pergi ke rumah seorang petani untuk meminta makanan ternak untuk kuda, dan sebagai gantinya ia memberikan segulung kain yang dimilikinya. Petani itu memandangi kain tenun yang indah itu, dan merasa amat senang. Sebagai ucapan terima kasih petani itu menjamu Taro makan malam dan mempersilakannya menginap di rumahnya. Esok harinya, Taro mohon diri kepada petani itu dan melanjutkan perjalanan dengan menunggang kudanya.

Tiba-tiba di depan sebuah rumah besar, orang-orang tampak sangat sibuk memindahkan barang-barang. "Kalau ada kuda tentu sangat bermanfaat," pikir Taro. Kemudian taro masuk ke halaman rumah dan bertanya apakah mereka membutuhkan kuda. Sang pemilik rumah berkata,"Wah kuda yang bagus. Aku menginginkannya, tetapi aku saat ini tidak mempunyai uang. Bagaimanan kalau ku ganti dengan sawahku ?". "Baik, uang kalau dipakai segera habis, tetapi sawah bila digarap akan menghasilkan beras, Silakan kalau mau ditukar", kata Taro.

"Bijaksana sekali kau anak muda. Bagaimana jika selama aku pergi ke negeri yang jauh, kau tinggal disini untuk menjaganya ?", Tanya si pemilik rumah. "Baik, Terima kasih Tuan". Sejak saat itu taro menjaga rumah itu sambil bekerja membersihkan rerumputan dan menggarap sawah yang didapatkannya. Ketika musim gugur tiba, Taro memanen padinya yang sangat banyak.

Semakin lama Taro semakin kaya. Karena kekayaannya berawal dari sebatang jerami, ia diberi julukan "Saudagar Jerami". Para tetangganya yang kaya datang kepada Taro dan meminta agar putri mereka dijadikan istri oleh Taro. Tetapi akhirnya, Taro menikah dengan seorang gadis dari desa tempat ia dilahirkan. Istrinya bekerja dengan rajin membantu Taro. Merekapun dikaruniai seorang anak yang lucu. Waktu terus berjalan, tetapi Si pemilik rumah tidak pernah kembali lagi. Dengan demikian, Taro hidup bahagia bersama keluarganya.

Senin, 13 Juli 2009

Keong Mas

Raja Kertamarta adalah raja dari Kerajaan Daha. Raja mempunyai 2 orang putri, namanya Dewi Galuh dan Candra Kirana yang cantik dan baik. Candra kirana sudah ditunangkan oleh putra mahkota Kerajaan Kahuripan yaitu Raden Inu Kertapati yang baik dan bijaksana.


Tapi saudara kandung Candra Kirana yaitu Galuh Ajeng sangat iri pada Candra kirana, karena Galuh Ajeng menaruh hati pada Raden Inu kemudian Galuh Ajeng menemui nenek sihir untuk mengutuk candra kirana. Dia juga memfitnahnya sehingga candra kirana diusir dari Istana ketika candra kirana berjalan menyusuri pantai, nenek sihirpun muncul dan menyihirnya menjadi keong emas dan membuangnya kelaut. Tapi sihirnya akan hilang bila keong emas berjumpa dengan tunangannya.

Suatu hari seorang nenek sedang mencari ikan dengan jala, dan keong emas terangkut. Keong Emas dibawanya pulang dan ditaruh di tempayan. Besoknya nenek itu mencari ikan lagi dilaut tetapi tak seekorpun didapat. Tapi ketika ia sampai digubuknya ia kaget karena sudah tersedia masakan yang enak-enak. Sinenek bertanya-tanya siapa yang memgirim masakan ini.



Begitu pula hari-hari berikutnya sinenek menjalani kejadian serupa, keesokan paginya nenek pura-pura kelaut ia mengintip apa yang terjadi, ternyata keong emas berubah menjadi gadis cantik langsung memasak, kemudian nenek menegurnya " siapa gerangan kamu putri yang cantik ? " Aku adalah putri kerajaan Daha yang disihir menjadi keong emas oleh saudaraku karena ia iri kepadaku " kata keong emas, kemudian candra kirana berubah kembali menjadi keong emas. Nenek itu tertegun melihatnya.

Sementara pangeran Inu Kertapati tak mau diam saja ketika tahu candra kirana menghilang. Iapun mencarinya dengan cara menyamar menjadi rakyat biasa. Nenek sihirpun akhirnya tahu dan mengubah dirinya menjadi gagak untuk mencelakakan Raden Inu Kertapati. Raden Inu Kertapati Kaget sekali melihat burung gagak yang bisa berbicara dan mengetahui tujuannya. Ia menganggap burung gagak itu sakti dan menurutinya padahal raden Inu diberikan arah yang salah. Diperjalanan Raden Inu bertemu dengan seorang kakek yang sedang kelaparan, diberinya kakek itu makan. Ternyata kakek adalah orang sakti yang baik Ia menolong Raden Inu dari burung gagak itu.



Kakek itu memukul burung gagak dengan tongkatnya, dan burung itu menjadi asap. Akhirnya Raden Inu diberitahu dimana Candra Kirana berada, disuruhnya raden itu pergi kedesa dadapan. Setelah berjalan berhari-hari sampailah ia kedesa Dadapan Ia menghampiri sebuah gubuk yang dilihatnya untuk meminta seteguk air karena perbekalannya sudah habis. Tapi ternyata ia sangat terkejut, karena dari balik jendela ia melihatnya tunangannya sedang memasak. Akhirnya sihirnya pun hilang karena perjumpaan dengan Raden Inu. Tetapi pada saat itu muncul nenek pemilik gubuk itu dan putri Candra Kirana memperkenalkan Raden Inu pada nenek. Akhirnya Raden Inu memboyong tunangannya keistana, dan Candra Kirana menceritakan perbuatan Galuh Ajeng pada Baginda Kertamarta.

Baginda minta maaf kepada Candra Kirana dan sebaliknya. Galuh Ajeng mendapat hukuman yang setimpal. Karena takut Galuh Ajeng melarikan diri kehutan, kemudian ia terperosok dan jatuh kedalam jurang. Akhirnya pernikahan Candra kirana dan Raden Inu Kertapatipun berlangsung. Mereka memboyong nenek dadapan yang baik hati itu keistana dan mereka hidup bahagia.

Sabtu, 11 Juli 2009

Tukang Sepatu dan Liliput

Dahulu kala, disebuah kota tinggal seorang Kakek dan Nenek pembuat sepatu. Mereka sangat baik hati. Si kakek yang membuat sepatu sedangkan nenek yang menjualnya. Uang yang didapat dari setiap sepatu yang terjual selalu dibelikan makanan yang banyak untuk dibagikan dan disantap oleh orang-orang jompo yang miskin dan anak kecil yang sudah tidak mempunyai orangtua. Karena itu walau sudah membanting tulang, uang mereka selalu habis. Karena uang mereka sudah habis, dengan kulit bahan sepatu yang tersisa, kakek membuat sepatu berwarna merah. Kakek berkata kepada nenek, “Kalau sepatu ini terjual, kita bisa membeli makanan untuk Hari Raya nanti.

Tak lama setelah itu, lewatlah seorang gadis kecil yang tak bersepatu di depan toko mereka. “Kasihan sekali gadis itu ! Ditengah cuaca dingin seperti ini tidak bersepatu”. Akhirnya mereka memberikan sepatu berwarna merah tersebut kepada gadis kecil itu.

“Apa boleh buat, Tuhan pasti akan menolong kita”, kata si kakek. Malam tiba, merekapun tertidur dengan nyenyaknya. Saat itu terjadi kejadian aneh. Dari hutan muncul kurcaci-kurcaci mengangkut kulit sepatu, membawanya ke rumah si kakek kemudian membuatnya menjadi sepasang sepatu yang sangat bagus. Ketika sudah selesai mereka kembali ke hutan.

Keesokan paginya kakek sangat terkejut melihat ada sepasang sepatu yang sangat hebat. Sepatu itu terjual dengan harga mahal. Dengan hasil penjualan sepatu itu mereka menyiapkan makanan dan banyak hadiah untuk dibagikan kepada anak-anak kecil pada Hari Raya. “Ini semua rahmat dari Yang Maha Kuasa”.

Malam berikutnya, terdengar suara-suara diruang kerja kakek. Kakek dan nenek lalu mengintip, dan melihat para kurcaci yang tidak mengenakan pakaian sedang membuat sepatu. “Wow”, pekik si kakek. “Ternyata yang membuatkan sepatu untuk kita adalah para kurcaci itu”. “Mereka pasti kedinginan karena tidak mengenakan pakaian”, lanjut si nenek. “Aku akan membuatkan pakaian untuk mereka sebagai tanda terima kasih”. Kemudian nenek memotongh kain, dan membuatkan baju untuk para kurcaci itu. Sedangkan kakek tidak tinggal diam. Ia pun membuatkan sepatu-sepatu mungil untup para kurcaci. Setelah selesai mereka menjajarkan sepatu dan aju para kurcaci di ruang kerjanya. Mereka juga menata meja makan, menyiapkan makanan dan kue yang lezat di atas meja.
Saat tengah malam, para kurcaci berdatangan. Betapa terkejutnya mereka melihat begitu banyaknya makanan dan hadiah di ruang kerja kakek. “Wow, pakaian yang indah !”. Merek segera mengenakan pakaian dan sepatu yang sengaja telah disiapkan kakek dan nenek. Setelah selesai menyantap makanan, mereka menari-nari dengan riang gembira. Hari-hari berikutnya para kurcaci tidak pernah dating kembali.

Tetapi sejak saat itu, sepatu-sepatu yang dibuat Kakek selalu laris terjual. Sehingga walaupun mereka selalu memberikan makan kepada orang-orang miskin dan anak yatim piatu, uang mereka masih tersisa untuk ditabung. Setelah kejadian itu semua, Kakek dan dan nenek hidup bahagia sampai akhir hayat mereka.

Kamis, 09 Juli 2009

Asal Usul Kota Banyuwangi

Pada zaman dahulu di kawasan ujung timur Propinsi Jawa Timur terdapat sebuah kerajaan besar yang diperintah oleh seorang Raja yang adil dan bijaksana. Raja tersebut mempunyai seorang putra yang gagah bernama Raden Banterang. Kegemaran Raden Banterang adalah berburu. “Pagi hari ini aku akan berburu ke hutan. Siapkan alat berburu,” kata Raden Banterang kepada para abdinya. Setelah peralatan berburu siap, Raden Banterang disertai beberapa pengiringnya berangkat ke hutan. Ketika Raden Banterang berjalan sendirian, ia melihat seekor kijang melintas di depannya. Ia segera mengejar kijang itu hingga masuk jauh ke hutan. Ia terpisah dengan para pengiringnya.

“Kemana seekor kijang tadi?”, kata Raden Banterang, ketika kehilangan jejak buruannya. “Akan ku cari terus sampai dapat,” tekadnya. Raden Banterang menerobos semak belukar dan pepohonan hutan. Namun, binatang buruan itu tidak ditemukan. Ia tiba di sebuah sungai yang sangat bening airnya. “Hem, segar nian air sungai ini,” Raden Banterang minum air sungai itu, sampai merasa hilang dahaganya. Setelah itu, ia meninggalkan sungai. Namun baru beberapa langkah berjalan, tiba-tiba dikejutkan kedatangan seorang gadis cantik jelita.

“Ha? Seorang gadis cantik jelita? Benarkah ia seorang manusia? Jangan-jangan setan penunggu hutan,” gumam Raden Banterang bertanya-tanya. Raden Banterang memberanikan diri mendekati gadis cantik itu. “Kau manusia atau penunggu hutan?” sapa Raden Banterang. “Saya manusia,” jawab gadis itu sambil tersenyum. Raden Banterang pun memperkenalkan dirinya. Gadis cantik itu menyambutnya. “Nama saya Surati berasal dari kerajaan Klungkung”. “Saya berada di tempat ini karena menyelamatkan diri dari serangan musuh. Ayah saya telah gugur dalam mempertahankan mahkota kerajaan,” Jelasnya. Mendengar ucapan gadis itu, Raden Banterang terkejut bukan kepalang. Melihat penderitaan puteri Raja Klungkung itu, Raden Banterang segera menolong dan mengajaknya pulang ke istana. Tak lama kemudian mereka menikah membangun keluarga bahagia.

Pada suatu hari, puteri Raja Klungkung berjalan-jalan sendirian ke luar istana. “Surati! Surati!”, panggil seorang laki-laki yang berpakaian compang-camping. Setelah mengamati wajah lelaki itu, ia baru sadar bahwa yang berada di depannya adalah kakak kandungnya bernama Rupaksa. Maksud kedatangan Rupaksa adalah untuk mengajak adiknya untuk membalas dendam, karena Raden Banterang telah membunuh ayahandanya. Surati menceritakan bahwa ia mau diperistri Raden Banterang karena telah berhutang budi. Dengan begitu, Surati tidak mau membantu ajakan kakak kandungnya. Rupaksa marah mendengar jawaban adiknya. Namun, ia sempat memberikan sebuah kenangan berupa ikat kepala kepada Surati. “Ikat kepala ini harus kau simpan di bawah tempat tidurmu,” pesan Rupaksa.

Pertemuan Surati dengan kakak kandungnya tidak diketahui oleh Raden Banterang, dikarenakan Raden Banterang sedang berburu di hutan. Tatkala Raden Banterang berada di tengah hutan, tiba-tiba pandangan matanya dikejutkan oleh kedatangan seorang lelaki berpakaian compang-camping. “Tuangku, Raden Banterang. Keselamatan Tuan terancam bahaya yang direncanakan oleh istri tuan sendiri,” kata lelaki itu. “Tuan bisa melihat buktinya, dengan melihat sebuah ikat kepala yang diletakkan di bawah tempat peraduannya. Ikat kepala itu milik lelaki yang dimintai tolong untuk membunuh Tuan,” jelasnya. Setelah mengucapkan kata-kata itu, lelaki berpakaian compang-camping itu hilang secara misterius. Terkejutlah Raden Banterang mendengar laporan lelaki misterius itu. Ia pun segera pulang ke istana. Setelah tiba di istana, Raden Banterang langsung menuju ke peraaduan istrinya. Dicarinya ikat kepala yang telah diceritakan oleh lelaki berpakaian compang-camping yang telah menemui di hutan. “Ha! Benar kata lelaki itu! Ikat kepala ini sebagai bukti! Kau merencanakan mau membunuhku dengan minta tolong kepada pemilik ikat kepala ini!” tuduh Raden Banterang kepada istrinya. “ Begitukah balasanmu padaku?” tandas Raden Banterang.”Jangan asal tuduh. Adinda sama sekali tidak bermaksud membunuh Kakanda, apalagi minta tolong kepada seorang lelaki!” jawab Surati. Namun Raden Banterang tetap pada pendiriannya, bahwa istrinya yang pernah ditolong itu akan membahayakan hidupnya. Nah, sebelum nyawanya terancam, Raden Banterang lebih dahulu ingin mencelakakan istrinya.

Raden Banterang berniat menenggelamkan istrinya di sebuah sungai. Setelah tiba di sungai, Raden Banterang menceritakan tentang pertemuan dengan seorang lelaki compang-camping ketika berburu di hutan. Sang istri pun menceritakan tentang pertemuan dengan seorang lelaki berpakaian compang-camping seperti yang dijelaskan suaminya. “Lelaki itu adalah kakak kandung Adinda. Dialah yang memberi sebuah ikat kepala kepada Adinda,” Surati menjelaskan kembali, agar Raden Banterang luluh hatinya. Namun, Raden Banterang tetap percaya bahwa istrinya akan mencelakakan dirinya. “Kakanda suamiku! Bukalah hati dan perasaan Kakanda! Adinda rela mati demi keselamatan Kakanda. Tetapi berilah kesempatan kepada Adinda untuk menceritakan perihal pertemuan Adinda dengan kakak kandung Adinda bernama Rupaksa,” ucap Surati mengingatkan.

“Kakak Adindalah yang akan membunuh kakanda! Adinda diminati bantuan, tetapi Adinda tolah!”. Mendengar hal tersebut , hati Raden Banterang tidak cair bahkan menganggap istrinya berbohong.. “Kakanda ! Jika air sungai ini menjadi bening dan harum baunya, berarti Adinda tidak bersalah! Tetapi, jika tetap keruh dan bau busuk, berarti Adinda bersalah!” seru Surati. Raden Banterang menganggap ucapan istrinya itu mengada-ada. Maka, Raden Banterang segera menghunus keris yang terselip di pinggangnya. Bersamaan itu pula, Surati melompat ke tengah sungai lalu menghilang.

Tidak berapa lama, terjadi sebuah keajaiban. Bau nan harum merebak di sekitar sungai. Melihat kejadian itu, Raden Banterang berseru dengan suara gemetar. “Istriku tidak berdosa! Air kali ini harum baunya!” Betapa menyesalnya Raden Banterang. Ia meratapi kematian istrinya, dan menyesali kebodohannya. Namun sudah terlambat.

Sejak itu, sungai menjadi harum baunya. Dalam bahasa Jawa disebut Banyuwangi. Banyu artinya air dan wangi artinya harum. Nama Banyuwangi kemudian menjadi nama kota Banyuwangi.

Sumber: e-smartschool.com

Selasa, 07 Juli 2009

Aji Saka

Dahulu kala, ada sebuah kerajaan bernama Medang Kamulan yang diperintah oleh raja bernama Prabu Dewata Cengkar yang buas dan suka makan manusia. Setiap hari sang raja memakan seorang manusia yang dibawa oleh Patih Jugul Muda. Sebagian kecil dari rakyat yang resah dan ketakutan mengungsi secara diam-diam ke daerah lain.

Di dusun Medang Kawit ada seorang pemuda bernama Aji Saka yang sakti, rajin dan baik hati. Suatu hari, Aji Saka berhasil menolong seorang bapak tua yang sedang dipukuli oleh dua orang penyamun. Bapak tua yang akhirnya diangkat ayah oleh Aji Saka itu ternyata pengungsi dari Medang Kamulan. Mendengar cerita tentang kebuasan Prabu Dewata Cengkar, Aji Saka berniat menolong rakyat Medang Kamulan. Dengan mengenakan serban di kepala Aji Saka berangkat ke Medang Kamulan.

Perjalanan menuju Medang Kamulan tidaklah mulus, Aji Saka sempat bertempur selama tujuh hari tujuh malam dengan setan penunggu hutan, karena Aji Saka menolak dijadikan budak oleh setan penunggu selama sepuluh tahun sebelum diperbolehkan melewati hutan itu.

Tapi berkat kesaktiannya, Aji Saka berhasil mengelak dari semburan api si setan. Sesaat setelah Aji Saka berdoa, seberkas sinar kuning menyorot dari langit menghantam setan penghuni hutan sekaligus melenyapkannya.

Aji Saka tiba di Medang Kamulan yang sepi. Di istana, Prabu Dewata Cengkar sedang murka karena Patih Jugul Muda tidak membawa korban untuk sang Prabu.

Dengan berani, Aji Saka menghadap Prabu Dewata Cengkar dan menyerahkan diri untuk disantap oleh sang Prabu dengan imbalan tanah seluas serban yang digunakannya.
Saat mereka sedang mengukur tanah sesuai permintaan Aji Saka, serban terus memanjang sehingga luasnya melebihi luas kerajaan Prabu Dewata Cengkar. Prabu marah setelah mengetahui niat Aji Saka sesungguhnya adalah untuk mengakhiri kelalimannya.

Ketika Prabu Dewata Cengkar sedang marah, serban Aji Saka melilit kuat di tubuh sang Prabu. Tubuh Prabu Dewata Cengkar dilempar Aji Saka dan jatuh ke laut selatan kemudian hilang ditelan ombak.

Aji Saka kemudian dinobatkan menjadi raja Medang Kamulan. Ia memboyong ayahnya ke istana. Berkat pemerintahan yang adil dan bijaksana, Aji Saka menghantarkan Kerajaan Medang Kamulan ke jaman keemasan, jaman dimana rakyat hidup tenang, damai, makmur dan sejahtera.

Minggu, 05 Juli 2009

Batu Golok

Pada jaman dahulu di daerah Padamara dekat Sungai Sawing di Nusa Tenggara Barat hiduplah sebuah keluarga miskin. Sang istri bernama Inaq Lembain dan sang suami bernama Amaq Lembain

Mata pencaharian mereka adalah buruh tani. Setiap hari mereka berjalan kedesa desa menawarkan tenaganya untuk menumbuk padi.

Kalau Inaq Lembain menumbuk padi maka kedua anaknya menyertai pula. Pada suatu hari, ia sedang asyik menumbuk padi. Kedua anaknya ditaruhnya diatas sebuah batu ceper didekat tempat ia bekerja.

Anehnya, ketika Inaq mulai menumbuk, batu tempat mereka duduk makin lama makin menaik. Merasa seperti diangkat, maka anaknya yang sulung mulai memanggil ibunya: “Ibu batu ini makin tinggi.” Namun sayangnya Inaq Lembain sedang sibuk bekerja. Dijawabnya, “Anakku tunggulah sebentar, Ibu baru saja menumbuk.”

Begitulah yang terjadi secara berulang-ulang. Batu ceper itu makin lama makin meninggi hingga melebihi pohon kelapa. Kedua anak itu kemudian berteriak sejadi-jadinya. Namun, Inaq Lembain tetap sibuk menumbuk dan menampi beras. Suara anak-anak itu makin lama makin sayup. Akhirnya suara itu sudah tidak terdengar lagi.

Batu Goloq itu makin lama makin tinggi. Hingga membawa kedua anak itu mencapai awan. Mereka menangis sejadi-jadinya. Baru saat itu Inaq Lembain tersadar, bahwa kedua anaknya sudah tidak ada. Mereka dibawa naik oleh Batu Goloq.

Inaq Lembain menangis tersedu-sedu. Ia kemudian berdoa agar dapat mengambil anaknya. Syahdan doa itu terjawab. Ia diberi kekuatan gaib. dengan sabuknya ia akan dapat memenggal Batu Goloq itu. Ajaib, dengan menebaskan sabuknya batu itu terpenggal menjadi tiga bagian. Bagian pertama jatuh di suatu tempat yang kemudian diberi nama Desa Gembong olrh karena menyebabkan tanah di sana bergetar. Bagian ke dua jatuh di tempat yang diberi nama Dasan Batu oleh karena ada orang yang menyaksikan jatuhnya penggalan batu ini. Dan potongan terakhir jatuh di suatu tempat yang menimbulkan suara gemuruh. Sehingga tempat itu diberi nama Montong Teker.

Sedangkan kedua anak itu tidak jatuh ke bumi. Mereka telah berubah menjadi dua ekor burung. Anak sulung berubah menjadi burung Kekuwo dan adiknya berubah menjadi burung Kelik. Oleh karena keduanya berasal dari manusia maka kedua burung itu tidak mampu mengerami telurnya.



Sumber: www.seasite.niu.edu

Sabtu, 04 Juli 2009

Kisah Telaga Warna

Kalau kita pergi ke daerah Puncak, Jawa Barat, di sana terdapat sebuah telaga yang bila dilihat pada hari cerah akan terkesan airnya berwarna-warni. Telaga itu namanya Telaga Warna dan konon merupakan air mata tangisan seorang ratu.

Zaman dahulu, ada sebuah kerajaan di Jawa Barat. Negeri itu dipimpin oleh seorang raja. Prabu, begitulah orang memanggilnya. Ia adalah raja yang baik dan bijaksana. Tak heran, kalau negeri itu makmur dan tenteram. Tak ada penduduk yang lapar di negeri itu.

Semua sangat menyenangkan. Sayangnya, Prabu dan istrinya belum memiliki anak. Itu membuat pasangan kerajaan itu sangat sedih. Penasehat Prabu menyarankan, agar mereka mengangkat anak. Namun Prabu dan Ratu tidak setuju. “Buat kami, anak kandung adalah lebih baik dari pada anak angkat,” sahut mereka.

Ratu sering murung dan menangis. Prabu pun ikut sedih melihat istrinya.. Lalu Prabu pergi ke hutan untuk bertapa. Di sana sang Prabu terus berdoa, agar dikaruniai anak. Beberapa bulan kemudian, keinginan mereka terkabul. Ratu pun mulai hamil. Seluruh rakyat di kerajaan itu senang sekali. Mereka membanjiri istana dengan hadiah.

Sembilan bulan kemudian, Ratu melahirkan seorang putri. Penduduk negeri pun kembali mengirimi putri kecil itu aneka hadiah. Bayi itu tumbuh menjadi anak yang lucu. Belasan tahun kemudian, ia sudah menjadi remaja yang cantik.

Prabu dan Ratu sangat menyayangi putrinya. Mereka memberi putrinya apa pun yang dia inginkan. Namun itu membuatnya menjadi gadis yang manja. Kalau keinginannya tidak terpenuhi, gadis itu akan marah. Ia bahkan sering berkata kasar. Walaupun begitu, orangtua dan rakyat di kerajaan itu mencintainya.

Hari berlalu, Putri pun tumbuh menjadi gadis tercantik di seluruh negeri. Dalam beberapa hari, Putri akan berusia 17 tahun. Maka para penduduk di negeri itu pergi ke istana. Mereka membawa aneka hadiah yang sangat indah. Prabu mengumpulkan hadiah-hadiah yang sangat banyak itu, lalu menyimpannya dalam ruangan istana. Sewaktu-waktu, ia bisa menggunakannya untuk kepentingan rakyat.

Prabu hanya mengambil sedikit emas dan permata. Ia membawanya ke ahli perhiasan. “Tolong, buatkan kalung yang sangat indah untuk putriku,” kata Prabu. “Dengan senang hati, Yang Mulia,” sahut ahli perhiasan. Ia lalu bekerja d sebaik mungkin, dengan sepenuh hati. Ia ingin menciptakan kalung yang paling indah di dunia, karena ia sangat menyayangi Putri.

Hari ulang tahun pun tiba. Penduduk negeri berkumpul di alun-alun istana. Ketika Prabu dan Ratu datang, orang menyambutnya dengan gembira. Sambutan hangat makin terdengar, ketika Putri yang cantik jelita muncul di hadapan semua orang. Semua orang mengagumi kecantikannya.

Prabu lalu bangkit dari kursinya. Kalung yang indah sudah dipegangnya. “Putriku tercinta, hari ini aku berikan kalung ini untukmu. Kalung ini pemberian orang-orang dari penjuru negeri. Mereka sangat mencintaimu. Mereka mempersembahkan hadiah ini, karena mereka gembira melihatmu tumbuh jadi dewasa. Pakailah kalung ini, Nak,” kata Prabu.

Putri menerima kalung itu. Lalu ia melihat kalung itu sekilas. “Aku tak mau memakainya. Kalung ini jelek!” seru Putri. Kemudian ia melempar kalung itu. Kalung yang indah pun rusak. Emas dan permatanya tersebar di lantai.

Itu sungguh mengejutkan. Tak seorang pun menyangka, Putri akan berbuat seperti itu. Tak seorang pun bicara. Suasana hening. Tiba-tiba terdengar tangisan Ratu. Tangisannya diikuti oleh semua orang.

Tiba-tiba muncul mata air dari halaman istana. Mula-mula membentuk kolam kecil. Lalu istana mulai banjir. Istana pun dipenuhi air bagai danau. Lalu danau itu makin besar dan menenggelamkan istana.

Di hari yang cerah, kita bisa melihat danau itu penuh warna yang indah dan mengagumkan. Warna itu berasal dari bayangan hutan, tanaman, bunga-bunga, dan langit di sekitar telaga. Namun orang mengatakan, warna-warna itu berasal dari kalung Putri yang tersebar di dasar telaga.

Dikisahkan kembali oleh: Renny Yaniar

Sumber: www.geocities.com

Rabu, 01 Juli 2009

Cindelaras

Raden Putra adalah raja Kerajaan Jenggala. Ia didampingi seorang permaisuri yang baik hati dan seorang selir yang cantik jelita. Tetapi, selir Raja Raden Putra memiliki sifat iri dan dengki terhadap sang permaisuri. Ia merencanakan suatu yang buruk kepada permaisuri. “Seharusnya, akulah yang menjadi permaisuri. Aku harus mencari akal untuk menyingkirkan permaisuri,” pikirnya.

Selir baginda, berkomplot dengan seorang tabib istana. Ia berpura-pura sakit parah. Tabib istana segera dipanggil. Sang tabib mengatakan bahwa ada seseorang yang telah menaruh racun dalam minuman tuan putri. “Orang itu tak lain adalah permaisuri Baginda sendiri,” kata sang tabib. Baginda menjadi murka mendengar penjelasan tabib istana. Ia segera memerintahkan patihnya untuk membuang permaisuri ke hutan.

Sang patih segera membawa permaisuri yang sedang mengandung itu ke hutan belantara. Tapi, patih yang bijak itu tidak mau membunuhnya. Rupanya sang patih sudah mengetahui niat jahat selir baginda. “Tuan putri tidak perlu khawatir, hamba akan melaporkan kepada Baginda bahwa tuan putri sudah hamba bunuh,” kata patih. Untuk mengelabui raja, sang patih melumuri pedangnya dengan darah kelinci yang ditangkapnya. Raja menganggung puas ketika sang patih melapor kalau ia sudah membunuh permaisuri.

Setelah beberapa bulan berada di hutan, lahirlah anak sang permaisuri. Bayi itu diberinya nama Cindelaras. Cindelaras tumbuh menjadi seorang anak yang cerdas dan tampan. Sejak kecil ia sudah berteman dengan binatang penghuni hutan. Suatu hari, ketika sedang asyik bermain, seekor rajawali menjatuhkan sebutir telur. “Hmm, rajawali itu baik sekali. Ia sengaja memberikan telur itu kepadaku.” Setelah 3 minggu, telur itu menetas. Cindelaras memelihara anak ayamnya dengan rajin. Anak ayam itu tumbuh menjadi seekor ayam jantan yang bagus dan kuat. Tapi ada satu keanehan. Bunyi kokok ayam jantan itu sungguh menakjubkan! “Kukuruyuk… Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden Putra…”

Cindelaras sangat takjub mendengar kokok ayamnya dan segera memperlihatkan pada ibunya. Lalu, ibu Cindelaras menceritakan asal usul mengapa mereka sampai berada di hutan. Mendengar cerita ibundanya, Cindelaras bertekad untuk ke istana dan membeberkan kejahatan selir baginda. Setelah di ijinkan ibundanya, Cindelaras pergi ke istana ditemani oleh ayam jantannya. Ketika dalam perjalanan ada beberapa orang yang sedang menyabung ayam. Cindelaras kemudian dipanggil oleh para penyabung ayam. “Ayo, kalau berani, adulah ayam jantanmu dengan ayamku,” tantangnya. “Baiklah,” jawab Cindelaras. Ketika diadu, ternyata ayam jantan Cindelaras bertarung dengan perkasa dan dalam waktu singkat, ia dapat mengalahkan lawannya. Setelah beberapa kali diadu, ayam Cindelaras tidak terkalahkan. Ayamnya benar-benar tangguh.

Berita tentang kehebatan ayam Cindelaras tersebar dengan cepat. Raden Putra pun mendengar berita itu. Kemudian, Raden Putra menyuruh hulubalangnya untuk mengundang Cindelaras. “Hamba menghadap paduka,” kata Cindelaras dengan santun. “Anak ini tampan dan cerdas, sepertinya ia bukan keturunan rakyat jelata,” pikir baginda. Ayam Cindelaras diadu dengan ayam Raden Putra dengan satu syarat, jika ayam Cindelaras kalah maka ia bersedia kepalanya dipancung, tetapi jika ayamnya menang maka setengah kekayaan Raden Putra menjadi milik Cindelaras.

Dua ekor ayam itu bertarung dengan gagah berani. Tetapi dalam waktu singkat, ayam Cindelaras berhasil menaklukkan ayam sang Raja. Para penonton bersorak sorai mengelu-elukan Cindelaras dan ayamnya. “Baiklah aku mengaku kalah. Aku akan menepati janjiku. Tapi, siapakah kau sebenarnya, anak muda?” Tanya Baginda Raden Putra. Cindelaras segera membungkuk seperti membisikkan sesuatu pada ayamnya. Tidak berapa lama ayamnya segera berbunyi. “Kukuruyuk… Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden Putra…,” ayam jantan itu berkokok berulang-ulang. Raden Putra terperanjat mendengar kokok ayam Cindelaras. “Benarkah itu?” Tanya baginda keheranan. “Benar Baginda, nama hamba Cindelaras, ibu hamba adalah permaisuri Baginda.”

Bersamaan dengan itu, sang patih segera menghadap dan menceritakan semua peristiwa yang sebenarnya telah terjadi pada permaisuri. “Aku telah melakukan kesalahan,” kata Baginda Raden Putra. “Aku akan memberikan hukuman yang setimpal pada selirku,” lanjut Baginda dengan murka. Kemudian, selir Raden Putra pun di buang ke hutan. Raden Putra segera memeluk anaknya dan meminta maaf atas kesalahannya Setelah itu, Raden Putra dan hulubalang segera menjemput permaisuri ke hutan.. Akhirnya Raden Putra, permaisuri dan Cindelaras dapat berkumpul kembali. Setelah Raden Putra meninggal dunia, Cindelaras menggantikan kedudukan ayahnya. Ia memerintah negerinya dengan adil dan bijaksana.

Sumber: www.e-smartschool.com
 
Counter Powered by  Online usersBlog Directory
Copyright © legenda kita | Powered by Blogger | Template by Blog Go Blog